Balada Ibu Banget: Hidup 1 Tahun Tanpa Embak

stressed-momHidup setahun tanpa ART. Fiuuuh. No embak bulanan, no embak harian. Pokoknya tak ada embak sama sekali yang bisa bantu-bantu urusan rumahtangga. Bagaimana rasanya? Setelah dijalani dengan seksama, baru tahu, ternyata rasanya….ngeri-ngeri sedap!

Siap-siap beragam aktivitas kalau bawa anak ke tempat kerja.
Siap-siap beragam aktivitas kalau bawa anak ke tempat kerja.

Menjadi ibu rumah tangga tanpa bantuan ART harus siap kepala jadi kaki-kaki jadi kepala, alias jungkir balik. Terlebih kalau si ibu juga bekerja. Kalau biasanya ketika ada ART kita bisa bangun jam 5.30-lah minimal, maka tanpa ART kita harus bangun jam 4.30. Telat sedikiiit aja, maka semua urusan ke depannya bakal ikut-ikutan telat.

Sebagai ibu yang bekerja dari rumah, satu hal yang sering menjadi pengganjal untuk beraktivitas adalah ketika saya harus mengepaskan jam aktivitas saya di luar rumah, dengan jam anak pergi dan pulang sekolah. Saya baru bisa memenuhi ajakan meeting, atau mengerjakan ini-itu, ya di jam-jam antara anak sekolah itu. Jika kondisi tak memungkinkan untuk dikerjakan di jam tersebut, risikonya cuma dua: Pertama: melepas pekerjaan tersebut (ijin gak ikut meeting, atau melepas kesempatan mendapat proyek tertentu). Kedua: mengajak anak ikut meeting sekalian.

Dan pilihan kedua ini yang paling sering saya lakukan.

Saking seringnya anak saya ikut meeting, sampai-sampai perbendaharaan kata seputar meeting dan lokasi meeting, menjadi makanan sehari-hari buat Bintang. Misalnya:

“Itu lho Bu…kita kan pernah meeting di sana. Waktu aku bla bla bla itu lho…,” ketika Bintang mengingatkan saya akan salah satu tempat atau peristiwa tertentu.

Atau….

“Wah, hari ini kita meetingnya sampai malam sekali, ya, Bu,” ketika kami berdua keluar tempat meeting saat matahari sudah lama tenggelam. “Kita”. Dia memakai kata “kita” untuk menggambarkan meeting yang baru kami jalani. Pemakaian kata “kita” tadi menggambarkan bahwa ternyata diam-diam Bintang pun merasa meeting kami tadi adalah meeting dia juga. 🙂

Singkat kata, saya dan Bintang sudah jadi satu paket utuh. Kemana pun saya pergi, dia akan saya bawa.

Ibu harus meeting. Lokasinya diset di kolam renang. Ibu meeting, bocah2 renang. Sampai magrib. :)
Ibu harus meeting. Lokasinya diset di kolam renang. Ibu meeting, bocah2 renang. Sampai magrib. 🙂
Hasil jepretan Bintang, saat nemenin Ibu "kerja", diwawancara Mbak Reda Gaudiamo di VRadio.
Hasil jepretan Bintang, saat nemenin Ibu “kerja”, diwawancara Mbak Reda Gaudiamo di VRadio.
Ini momen lucu banget. B sangat terkagum-kagum akan studio radio. Melongo, senyum2 sendiri. Senang SEKALI waktu dipakaikan headphone oleh Mbak Reda. :))
Ini momen lucu banget. B sangat terkagum-kagum akan studio radio. Melongo, senyum2 sendiri. Senang SEKALI waktu dipakaikan headphone oleh Mbak Reda. :))

Apakah tidak ribet membawa anak kemana-mana? Jawabannya: Ya, jelas ribetlaaaah. Mengajak seorang bocah laki-laki berumur enam tahun ke sebuah meeting yang belum tentu dia nyaman dengan lokasi atau orang-orangnya, pastilah ribet bin mumet. Disuruh mewarnai? Mana mau! Disuruh baca-baca buku? Cepat bosan. Dikasih tablet buat main game? Naaah…ini yang lumayan ampuh. Hehehe. Meskipun bukan jaminan dia akan betah berjam-jam dengan tablet di tangan, tetapi paling tidak dalam beberapa saat saya akan terbebas dari gangguan dia.

Dan kalau sudah bosan, jangan ditanya, deh, bagaimana nyebelinnya seorang anak yang sudah bosan disuruh ikutan meeting. Untuuuuung….selama ini teman-teman dan klien yang bekerja sama dengan saya selalu penuh pengertian. Terimakasih atas pengertiannya, yaaa….Om dan Tante…. 🙂

Oh ya, untuk urusan game di tablet ini akhirnya kami membuat kesepakatan. Dia boleh main tablet pada hari Sabtu dan Minggu. Atau pada saat ikut Ibu meeting. Selebihnya, no way. 🙂

Maaf. Mau enggak mau, gadget jadi andalan agar anak anteng. Ini foto Bintang dan Vacha, sohibnya untuk urusan nemenin ibu kerja.
Maaf. Mau enggak mau, gadget jadi andalan agar anak anteng. Ini foto Bintang dan Vacha, sohibnya untuk urusan nemenin ibu kerja.

Pertanyaan lanjutan dari urusan memboyong anak saat kerja adalah: apakah saya menikmati saat-saat rempong seperti ini? Ajaibnya, jawabannya adalah: YA. Sangat. Hubungan kami berdua jadi benar-benar dekat. Kami juga jadi punya semacam agenda kerja yang dikerjakan berdua.

“Bintang, nanti Ibu jemput kamu di sekolah. Dari situ kita ada meeting, ya.”

“Di mana, meetingnya?”

“Di mall X. Kita pernah, kok, meeting di situ.”

“Oke. Ada Vacha enggak, nanti?”

“Mmm…kayaknya enggak. Vacha belum pulang sekolah, soalnya.”

“Oke…!”

(Btw, Vacha itu nama cs-nya Bintang, anak Vanda, salah satu pengurus Mommiestories, komunitas tempat saya dan beberapa ibu lain berkarya).

Sejauh ini, kalau bisa berbagi, kayaknya ada beberapa hal yang bisa menunjang kelancaran sebuah rumah tangga dari ibu bekerja tanpa ART.

  1. Pasangan di rumah harus siap membantu mengerjakan printilan. Ya pembagian menyapu lantai, mencuci, atau apa pun.
  2. Si istri tidak boleh protes kalau hasil pekerjaan yang dikerjakan suaminya tidak sesuai standar. Lantai masih kotor? Ya biarin. Baju kurang bersih? Ya gak apa2.
  3. Suami juga ndak boleh protes atas ketidaksempurnaan urusan rumah tangga. Istri masaknya itu-itu aja? Ya diterima sajalah. Istri ngepel lantai dua hari sekali? Hihihi….ya mau bagaimana lagi…tenaga gak ada, kan?
  4. Anak dilatih mandiri. Sejak usia balita anak sudah bisa dilatih mandiri. Mandi, makan, pakai baju, gosok gigi, membereskan mainan dll. Awalnya memang bikin gemesss…. Bikin ibu gak tahan pengen bantuin, karena bukannya beres, barang-barang dan rumah malah berantakan. Tapi percayalah, anak yang terbiasa mandiri akan memudahkan seorang ibu mengerjakan hal lain yang lebih berguna, daripada sekadar menyuapi, memandikan, atau memakaikan baju anak.

    Mengepel lantai? Harus mauuuu. Kan enggak ada embak.
    Mengepel lantai? Harus mauuuu. Kan enggak ada embak.

Hal lainnya mungkin ini, ya:

  1. Ibu tetap harus meluangkan waktu buat diri sendiri. Ke luar rumah, pergi sendiri. Beli kopi, kek. Atau ke toko buku. Apa saja, deh. Supaya pikiran segar, hati senang, dan jauhhh dari stres. Ibu rumah tangga itu rawan stres, lho. Percaya, kan? 🙂
  2. Saya gak tau, jika pengalaman tanpa ART ini diterapkan untuk ibu bekerja di Jabodetabek yang trafficnya ampun-ampunan seperti sekarang ini, mungkinkah?
  3. Apa lagi ya? Para mommies yang sudah jauh lebih ahli soal ke-ART-an mungkin bisa menambahi.

Nah, itu sekelumit cerita kerempongan saya selama kesana-kemari bawa anak. repot, sih. Tapi sejauh ini nyaman-nyaman saja.

Saya yakin, ibu-ibu lain pasti punya pengalaman lebih hebohhh….daripada ini. Apapun, tetap gembira, ya….menjalani hari-hari kita. 🙂

2 thoughts on “Balada Ibu Banget: Hidup 1 Tahun Tanpa Embak

  1. brilyan says:

    Mbak Purborini: pakai antar jemput Mbak. Maksudnya sih supaya punya waktu buat ngerjain ini itu. Tapi ketika bbm naik, jd mikir mau stop aja 🙂

Leave a comment